Halaman

Sabtu, 23 Maret 2013

Pedagang Daging dan Bank di Pasar

Kategori : Cerita Pendek Fiksi
Pasar ini baru selesai direnovasi dua tahun lalu. Sekarang tentunya tampak bersih dan tertata. Namun yang menyita perhatianku adalah adanya dua bank yang membuka layanan perbankan di sana. 

-gambar ilustrasi

       Hari ini aku akan mengunjungi  salah satu bank di pasar itu. Anggap saja kedua bank tersebut adalah bank A dan bank B. Nah hari ini, aku akan mengunjungi bank A. Selain karena ada sesuatu yang ingin kubeli di pasar, ada sesuatu yang ingin kulihat dan kuperhatikan dari kegiatan operasional bank ini. Jadi kupikir ya sekalian sajalah, sekali mendayung dua tiga pula terlampaui, hehehe. Selanjutnya segera kustater motorku dan berangkat menuju bank tersebut.
        Tiba di sana, segera aku melangkah menuju bank itu. Letak bank ini cukup baik, karena langsung berada di halaman depan pasar. Mungkin karena uangnya banyak maka ongkos sewa bukan masalah besar bagi mereka. Bank ini sebetulnya mengambil spot yang tidak terlalu besar. Yah, hanya dua kios yang dijadikan satu tempat. Namun setidaknya sudah cukup nyaman bagi nasabahnya. Aku kemudian datang dan menulis slip setoran. Oleh karena orang-orang yang datang sebelumku sudah cukup banyak,tentunya aku harus mengantri terlebih dahulu.
        Aku kemudian menunggu di luar kios bank ini saja. Aku menunggu sambil merokok dan mengamati sekitar. Ya hal ini mungkin kulakukan karena bank ini tidak memakai kaca di tempat mereka. Tidak ada ac juga di sana, betul-betul seperti layaknya kios-kios lain di sana.
Seseorang tiba-tiba menyapaku

“mas, boleh pinjam koreknya?”, tanyanya.
“oh ya ada pak, silahkan”, jawabku sambil menyerahkan korek.
Kemudian dia mengambil korekku dan membakar rokok kreteknya. Setelah satu hisapan dia kemudian mengembalikan koreknya kepadaku.
“terima kasih mas koreknya”, katanya
“iya pak, sama-sama”, jawabku sambil menerima korek api
“mas di sini mau nabung?” tanyanya.
“iya pak. kalo bapak?” jawabku sambil mencoba membuka pembicaraan.
“ah kalo saya mau ngirim duit ke kampung halaman mas di Aceh. Ibu saya minta,”

      Kemudian si bapak ini mulai cerita panjang lebar tentang mengapa dia mengirim uang, tentang berapa lama dia menjadi nasabah bank ini dan sebagainya. Salah satu yang menarik ketika dia bilang juga menjadi nasabah kredit di bank ini.

“saya juga kredit lo mas di bank ini. Tapi bukan yang di tempat ini tapi yang di jalan pramuka itu. Yang lebih gede dari tempat ini lo mas” katanya
“Terus kenapa ga transfernya di sana ja pak?” tanyaku
“Yang pertama sih karena dekat mas. Saya kan jualan daging di lingkungan pasar ini. Itu lo mas di bagian belakang itu. Nah yang keduanya, kalo saya ke bank yang di sana saya harus mandi  dan ganti pakaian dulu. Itu berarti saya harus pulang dulu ke rumah. Nah kalo di sini kan ga, namanya juga pasar”, katanya sambil tertawa.

        Kuperhatikan penampilan bapak itu. Sesaat aku sadar bahwa penampilan bapak ini  khas sekali. Dia memakai baju putih yang sudah kusam, celana pendek, dan sepatu boot di kakinya. Mungkin dia berfikir jika dia berpenampilan seperti itu di sana dia akan merasa tidak nyaman.
“oh gitu ya pak, timpalku sambil tersenyum.
        Aku kemudian pamit kepada sang bapak karena sudah giliranku untuk menuju ke meja teller. Segera kuselesaikan urusanku dan selanjutnya bergegas pulang. Ya hari ini aku mendapat pengetahuan baru. Bahwa tingkat kenyamanan tiap orang dalam melakukan transaksi di bank bisa berbeda-beda.



Jakarta, 22 Maret 2013

Dwi Fajar Novianto

Tidak ada komentar: